Pages

Indahnya Moskwa di Musim Panas...

Indahnya Moskwa di Musim Panas...
I Made Asdhiana | Selasa, 26 Juli 2011 | 11:44 WIB

KOMPAS/IWAN SANTOSAGereja Saint Basil yang dibangun pada abad ke-16 menjadi salah satu landmark di Lapangan Merah (Krasnoyarsk Ploschad) di pusat Moskwa.Wisatawan selalu menyempatkan diri berpose di Lapangan Merah yang menjadi ikon wisata Rusia.
 
KOMPAS/IWAN SANTOSAWisatawan dan warga Moskwa menikmati air mancur di salah satu sudut Kremlin. Warga melemparkan uang receh ke kolam di air mancur tersebut dengan mengutarakan maksud baik dan memperoleh keberuntungan.
KOMPAS/IWAN SANTOSAGedung Lubjanka merupakan berkas markas intelijen Uni Soviet, KGB, yang ditakuti. Kini gedung itu menjadi salah satu ikon wisata dan masih berfungsi sebagai kantor badan intelijen Federasi Rusia, FSB. 
Oleh: Iwan Santosa
MOSKWA di musim panas Juni 2011. Ibu kota Rusia yang didirikan tahun 1147 itu begitu indah. Kawasan cincin emas (Golden Ring), yakni sekitar Kremlin-Lapangan Merah yang berada di tepi Sungai Moskwa, menjadi magnet bagi wisatawan dari seluruh dunia.
Saat baru tiba di Bandara Domodedovo, Moskwa, menjelang petang, Kompas bersama seorang wartawan Kantor Berita Bernama Malaysia memiliki waktu tersisa sekitar tujuh jam sebelum langit menjadi gelap sekitar pukul 23.00 waktu setempat. Bermodal sepatah dua patah kata Bahasa Rusia, kami memutuskan pergi ke Lapangan Merah dengan menumpang kereta bawah tanah yang disebut Metro.
Setiba di Stasiun Metro VDNKH (dilafalkan Vedenkha) di dekat Museum Aeronotika, tempat pameran 50 tahun misi Yuri Gagarin berlangsung, kesulitan langsung menghadang. Mesin penjual tiket hanya menyajikan layanan dalam huruf Cirillic yang berbeda dengan alfabet latin.
Setelah bertanya ke beberapa muda-mudi, kami pun memilih tiket perjalanan pulang-pergi seharga 56 rubel (sekitar Rp 17.500) dari VDNKH ke Stasiun Okhotny Ryad, tempat terdekat ke Lapangan Merah dan Kremlin yang bersebelahan.
Kurang dari dua puluh menit, perjalanan Metro Moskwa dari VDNKH ke Okhotny Ryad. Kereta bawah tanah Moskwa, yang mulai beroperasi tahun 1930-an, melayani 12 juta penduduk kota dan setiap tahun mengangkut 3,3 miliar penumpang menjadi solusi cerdas buat kota berpenduduk padat.
Kami berdua menuju salah satu pintu keluar Stasiun Metropolitan Okhotny. Lagi-lagi tersasar. Namun, untunglah kami berjalan ke salah satu jurusan ke depan gedung Bolshoi Theater (secara harifiah berarti teater besar), tempat balet Danau Angsa yang terkenal itu dipentaskan. Sayangnya, saat ini Bolshoi Theatre sedang direnovasi.
Kami berjalan menyusuri Jalan Tverskaya—bulevar ala Sudirman-Thamrin di Moskwa—hingga di sudut jalan terlihat gedung-gedung berwarna merah. Itulah Kremlin dan Lapangan Merah alias Krasnoyarsk Ploschad.
Bergegas kami melewati Lapangan Revolusi—peringatan Revolusi Bolshevik—menuruni terowongan penyeberangan dan tiba di depan Lapangan Merah. Terlihat pintu gerbang merah yang dibangun kembali medio tahun 1990-an setelah Glasnost dan Perestroika dicanangkan Presiden Mikhail Gorbachev.
Bersebelahan dengan gerbang terlihat bangunan serba merah, itulah Museum Sejarah Nasional. Sementara di depan museum terlihat patung seorang jenderal di atas kuda sebagai peringatan Perang Dunia II (Orang Rusia menyebutnya sebagai Perang Patriotik). Jenderal tersebut adalah Giorgi Zhukov yang mengalahkan pasukan Jerman dan menguasai Berlin bulan Mei 1945.
Zhukov sebetulnya secara tidak langsung turut memicu invasi Jepang ke Asia Tenggara. Apa pasal? Pada bulan September 1939, Zhukov mengalahkan bala tentara Nippon di perbatasan Mongolia. Jepang yang melancarkan agresi serta memperluas wilayah selepas menguasai Manchuria dihancurkan Zhukov. Jepang lalu mengalihkan sasaran ekspansi ke Asia Tenggara dan Perang Pasifik pecah!
Memasuki Lapangan Merah, kami menyaksikan Gereja Our Lady of Kazan. Gereja itu juga dibangun kembali medio 1990-an. Kami berada di tengah kompleks perbentengan—Kremlin dalam Bahasa Rusia secara harifiah berarti benteng—yang menjadi cikal bakal bangsa Rusia merdeka pada tahun 1400-an hingga 1500-an yang sempat berada di bawah kekuasaan Khan di Kazan dan bangsa Polandia.
Tepat di ujung Lapangan Merah terlihat bangunan berkubah warna-warni yang dulu dikenal di Indonesia dalam permainan komputer Tetris, itulah Gereja Santo Basil. ”Ada empat menara dengan kubah warna-warni. Itu menandakan empat penjuru mata angin. Gereja ini dirancang seorang arsitek Italia,” kata Sobolev.
Moskwa pun menjadi potret keberagaman. Ada sekitar 100 kelompok etnis hidup di Rusia. Bangsa Rusia tidak menggunakan istilah mayoritas dan minoritas dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Alexander Sobolev menunjukkan sebuah masjid terbesar di Rusia yang sedang dibangun tidak jauh dari Cincin Emas Moskwa.
Salah satu landmark di Lapangan Merah adalah Mausoleum Lenin yang sayangnya sedang ditutup karena ada persiapan sebuah pertunjukan seni yang menempatkan sebuah panggung di dekat Bapak Komunis Dunia itu.
Tempat lain yang layak dikunjungi adalah pertokoan GUM yang memanjang di seberang Mausoleum Lenin. Tempat itu merupakan pertokoan resmi negara di era komunis. Tak jauh dari sana terdapat pertokoan bawah tanah yang menyambung dengan Stasiun Metro.
Masih pada kawasan sama, terdapat tembok peringatan Perang Dunia II, api abadi, dan tulisan dalam aksara Cirilic yang mencatat sejumlah lokasi pertempuran berdarah, seperti Tula dan Sebastopol. Terlihat tiga serdadu menjaga lokasi, seperti Guardsman yang menjaga Istana Buckingham di London.
Malam pun menjelang. Sejumlah muda-mudi Rusia berbaur dan menghabiskan malam musim panas yang indah.
Sumber : Kompas Cetak

0 komentar:

Posting Komentar