Pages

14 Sinyal Si Dia Harus Diputus

14 Sinyal Si Dia Harus Diputus

Ia sering berteriak di hadapan wajah Anda. Semarah apapun dirinya, ia tetap harus menghormati dan menghargai Anda.
Hubungan tak sehat bukan hanya ditandai dengan kekerasan fisik, tapi juga segala hal yang membuat perasaan Anda tidak nyaman.
 
Melarang Anda pergi tanpa dirinya. Sebagai kekasih ia merasa Anda adalah miliknya seorang. Anda tak boleh berteman dengan si A ataupun dengan B. Ia pun takkan suka jika Anda pergi bersama teman lain. Pokoknya apa pun yang Anda lakukan harus berdua dengannya. Stop! Tak ada yang berhak membatasi Anda bersosialisasi. Sadar atau tidak, sikap si dia akan menjauhkan Anda dari keluarga dan teman-teman.
Ingin didengar tanpa mau mendengarkan. Setiap Anda dan si dia sedang berdebat, ia selalu menuntut Anda untuk mendengarkan argumennya. Namun, ia tak pernah peduli dengan argumen Anda. Baginya, pendapatnyalah yang selalu benar.
Gemar mengungkit kesalahan. Saat ia sedang kesal pada Anda, kebiasaannya adalah mengungkit kembali kesalahan-kesalahan yang pernah Anda lakukan sehingga membuat Anda selalu merasa bersalah.
Tukang pamer. Sesekali membicarakan mobil kesayangannya memang tak masalah. Tetapi kalau di setiap kesempatan ia selalu membanggakan kekayaan dan menunjukkan kuasanya pada Anda dan semua orang, males banget kan?
Ngebut setiap kali marah. Ia sering kali menyalurkan emosinya dengan menyetir mobil menggunakan kecepatan tinggi. Buruknya lagi, ia selalu memaksa Anda ikut dengannya. Secara fisik, ia memang tak melukai Anda, tetapi bisa dibilang ia menyakiti Anda secara psikologis.
Selalu mengancam putus. Semua keinginannya harus Anda turuti, kalau tidak ia akan mengancam pergi meninggalkan Anda dan menceritakan keburukan Anda pada orang lain. Sikap si dia yang seperti ini sudah cukup menunjukkan bahwa ia tak tulus menyayangi Anda.
Berteriak di hadapan wajah Anda. Semarah apa pun dirinya, ia tetap harus menghormati dan menghargai Anda. Berbicara dengan cara yang baik tentu akan membantu masalah lebih cepat selesai dibanding dengan memaki-maki Anda.
Tidak ada lagi wilayah pribadi. Semua password jejaring sosial yang Anda miliki, mulai dari e-mail, Facebook, Twitter, hingga Yahoo! Messenger wajib diketahui olehnya. Dengan begitu, ia bebas mengecek semua kegiatan Anda di dunia maya. Ingat, setiap orang berhak memiliki ruang pribadi, termasuk Anda.
Mengecek ponsel. Tak ingin ada pria lain menghubungi Anda, ia pun rajin mengecek SMS dan telepon masuk ponsel Anda. Padahal, salah satu kunci sukses sebuah hubungan adalah kepercayaan. Lagipula Anda bukan kriminal, dan dia bukan penegak hukum, jadi dia tidak berhak mengecek barang pribadi Anda.
Mengatur menu makanan. Dengan alasan tak ingin punya pacar gemuk, ia seakan punya hak untuk mengatur menu makanan Anda. Kalau Anda tidak masalah, silakan. Bila tidak, ia tak berhak membatasi apa yang Anda makan.
Menunjukkan kemarahan di dunia maya. Saat sedang marah, sering kali ia menuliskan ungkapan marahnya di wall Facebook Anda atau melalui Twitter-nya. Ia ingin semua orang tahu bahwa ia sedang marah pada Anda.
Ingkar janji. Anda sudah berdandan cantik untuk pergi bersamanya, tiba-tiba ia menghilang tanpa kabar. Jika si dia benar-benar menyayangi Anda, ia tentu akan menghargai perasaan Anda dan tak membuat Anda kecewa. Sekali, dua kali, boleh Anda maafkan, lebih dari lima kali? Silakan cari pengganti yang lain.
Pinjam uang tanpa mengembalikan. Jika sejak awal ia mengatakan meminjam, buat perjanjian kapan ia akan mengembalikannya. Bila perlu buat perjanjian hitam di atas putih, apalagi jika jumlah uangnya tak sedikit. Ingat, uang tidak mengenal pacar.
Meminta Anda membayar tagihan. Ia tak bisa menahan nafsu belanjanya. Yang menyebalkan, meskipun sedang tak punya uang, ia tetap membeli barang yang diinginkannya dan mengandalkan Anda untuk membayarnya. Katakan kepadanya, Anda bukan mesin ATM-nya.
Anda layak memiliki hubungan yang sehat dan positif. Jangan buang waktu dengan menjalin hubungan yang berpotensi sakit hati dan fisik.
(CHIC/Bestari Kumala Dewi) /kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar