Pages

Taman Batu Karang Kembar di Garut

Taman Batu Karang Kembar di Garut
I Made Asdhiana | Selasa, 23 Agustus 2011 | 10:43 WIB

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 
Sebuah bangunan dermaga yang dibangun Belanda pada tahun 1910 di Pantai Santolo, Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Dermaga yang kini digunakan oleh nelayan setempat ini dahulu dibangun untuk mengirimkan hasil bumi setempat ke negeri Belanda.

Oleh: Cornelius Helmy
Pertemuan biru Samudra Hindia dan cakrawala di pesisir Pantai Garut selatan itu membentuk kaki langit yang memesona. Debur ombak seperti mengajak yang melihatnya untuk menari bersama. Tak kalah indahnya adalah gugusan karang berbagai bentuk yang tersebar di beberapa bagian pantai.
Gugusan karang itu membentuk gerusan garis melintang dan menjulang indah. Beberapa di antaranya berbentuk cekung seperti mangkuk. ”Keunikan gugusan karang inilah yang mengundang saya datang ke pantai di Garut selatan. Pemandangan seperti ini jarang saya lihat di pantai lain,” kata Wawan (25), pengunjung asal Jakarta yang harus menghabiskan waktu selama lima jam untuk tiba di lokasi ini.
Di pesisir Garut setidaknya ada delapan pantai yang bisa dikunjungi wisatawan, yakni Sancang, Cijeruk, Karang Paranje, Sangyang Heulang, Santolo, Taman Maralusu, Gunung Geder, dan Rancabuaya. Namun, ada dua pantai yang terkenal dengan hiasan batu karangnya. Salah satu yang terkenal adalah Pantai Santolo di Kampung Santolo, Desa Cilautereun, Cikelet, Kabupaten Garut.
Pantai ini terletak di ujung selatan Kabupaten Garut, sekitar 150 kilometer dari Bandung atau 90 kilometer dari Garut. Tempat ini bisa dijangkau dengan rute Bandung-Garut-Cikajang-Pameungpeuk-Cikelet. Bila tidak memiliki kendaraan pribadi, angkutan umum juga banyak membuka trayek menuju tempat ini. Sepanjang perjalanan menempuh jalan kecil berkelok, pengunjung akan dipuaskan dengan hamparan Perkebunan Teh Dayeuh Manggung, Cilawu, dan Megawati.
Rasa lelah dalam perjalanan akan terbuyarkan bila pengunjung sudah menapak Pantai Santolo. Deburan ombak akan menyambut pengunjung ditemani pasir putih dan tiupan angin kencang khas pantai selatan Jawa. Namun, bila ingin lebih dalam menikmati sensasinya, pengunjung disarankan menyeberangi Sungai Cilautereun menggunakan perahu kayu nelayan.
Pulau atol berukuran 35 hektar di tempat ini menyuguhkan kombinasi pasir cokelat muda, biru air laut, dan yang paling eksotis adalah hitamnya hamparan batu karang. Saat air sedang surut, hamparan itu seperti taman batu karang dengan bentuk bervariasi dan pengunjung bisa berenang di sekitarnya. Mata pengujung akan semakin terpuaskan saat melihat batu karang setinggi tiga meter di tengah hamparan karang yang olah warga setempat disebut karang kukus.
”Sekilas mirip Tanah Lot yang ada di Bali. Hanya saja tidak ada Pura di tengahnya. Kalau dikembangkan tentu akan jadi potensi wisata yang sangat menarik,” kata Irawan (27), juga pengunjung asal Jakarta.
Sebagai rekomendasi, untuk melihat titik terindah, pengunjung bisa singgah di bagian timur pantai. Kondisi geografisnya membuat tempat ini seperti taman karang dengan hiasan pohon pandan. Pengunjung bisa duduk santai atau sekadar berfoto-foto dengan latar belakang Samudra Hindia.
Bila air surut dan tenang, pengunjung bisa bermain air di sekitar karang. ”Bila beruntung, banyak ikan kecil yang kebetulan terjebak di dalam cekungan batu karang,” kata Hadi (40), pengunjung dan pemancing yang kerap menyambangi Santolo.
Wisata sejarah
Selain itu, pulau terluar di Garut ini juga menyimpan bukti sejarah yang menarik untuk dikenang. Tercatat, pada abad ke-18, Belanda membangun pelabuhan dan gudang penyimpanan karet dan teh di Pulau Santolo. Menurut Alex (45), warga setempat, transportasi menuju Pulau Santolo dulu tidak menggunakan perahu kayu, tetapi lori yang kini jejaknya hilang tak berbekas. Bahkan, menurut Alex, dulu ada serdadu Belanda yang ditempatkan di pulau ini. Posnya ada di gua yang ada di selatan pulau.
Bagi pencinta olahraga memancing, Pulau Santolo juga pernah menjadi surga pemancing. Pertengahan tahun 1990-an banyak penyuka pancing laut datang menguji kemampuan memainkan kail. Tempat favorit ada di pintu air dermada dan sepanjang pemecah ombak. Hadi mengatakan, dulu, ikan berukuran besar, seperti baronang atau hiu karang, bekeliaran di sekitar Dermaga Belanda. Akan tetapi, sekarang ikannya mulai berkurang karena ada aktivitas oknum yang menangkap ikan menggunakan racun potas.
”Satu lagi yang tidak boleh dilewatkan adalah aktivitas peluncuran roket yang dilakukan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Tempat ini satu-satunya di Indonesia yang rutin meluncurkan roket untuk beragam kepentingan pemantauan udara dan antariksa. Bila beruntung, kita bisa melihat peluncuran roketnya,” tutur Alex berpromosi.
Berjalan sekitar 100 meter menuju barat pulau, menyusuri tanah setapak dengan dominasi semak dan pohon, seperti beringin, pengunjung akan menemukan jembatan gantung penghubung Santolo dengan Pantai Sanghyang Heulang atau dalam bahasa Indonesia artinya sarang burung elang.
Tepat di bawah jembatan, pengunjung bisa melihat keunikan air terjun (curug) kecil yang dinamakan Curug Cimulang (air yang kembali). Permukaan laut yang lebih tinggi membuat air laut mengalir menuju muara yang permukaannya lebih rendah. Saat surut, hamparan ini terlihat seperti cekungan atau danau karang. Di tengahnya, pengunjung bisa berenang sembari menikmati matahari terbenam di sore hari.
Di pantai sepanjang dua kilometer dengan lebar pasir putih sekitar 50 meter, penyuka olahraga bermotor bisa mempergunakan semacam sirkuit kecil dengan permukaan pasir putih. Wisatawan juga mempunyai tempat yang luas bila ingin bermain bola atau voli pantai.
”Dulu sempat ada penyuka olahraga selancar main di Sanghyang Heulang dan Santolo, tetapi sekarang sudah tidak terlihat lagi,” kata Alex.
Mata lembu
Pengunjung yang ingin menghabiskan waktu lebih lama tidak perlu khawatir. Warga di kedua pantai banyak menyewakan penginapan atau losmen yang bertebaran di sekitar pantai. Anda tinggal memilih mau tinggal di Santolo atau Sanghyang Heulang. Tarif penginapan Rp 50.000-Rp 200.000 per malam. Penggemar wisata kuliner disarankan untuk mencoba makanan khas yang dinamakan mata lembu. Mata lembu adalah makanan olahan dari kerang pantai yang hidup di batu karang. Bentuknya yang bulat dan mirip telur ceplok membuatnya dinamai mata lembu. Cukup menyediakan minimal Rp 100.000, wisatawan bisa menikmati masakan mata lembu sepuasnya.
Sayangnya, di balik keindahannya, pantai di pesisir Garut itu menyimpan duka. Infrastruktur jalan utama dan pendukung dalam keadaan rusak. Kebersihan pantai dan sanitasi di tempat wisata itu juga minim.
Tias (35), warga Cilautereun, menyayangkan jalan rusak yang tidak kunjung diperbaiki. Masalah jalan masih banyak dikeluhkan wisatawan yang datang ke Santolo atau Sanghyang Heulang. Ibaratnya, mereka harus bersakit-sakit dahulu baru bersenang-senang.
Penataan wilayah juga menambah daftar masalah. Penataan wilayah dan perhatian terhadap keasrian lingkungan seharusnya jadi pekerjaan utama. Di kedua tempat ini, kios pedagang dan penginapan berdiri seakan tanpa aturan yang jelas. Hal itu tentu akan memengaruhi keindahan pantai bila dibiarkan.
Untuk menyuguhkan kenyamanan berwisata, semua pihak terkait perlu berbenah...!
Sumber :
Kompas Cetak

0 komentar:

Posting Komentar