Pages

Menjelajah Eropa di Semenanjung A Ma Gao

Menjelajah Eropa di Semenanjung A Ma Gao
I Made Asdhiana | Selasa, 23 Agustus 2011 | 10:42 WIB


KOMPAS/TIMBUKTU HARTHANA 
Salah satu lokasi obyek wisata di Makau, Senado Square, yang menjadi pusat kegiatan masyarakat dan turis di Makau, 4 Juli. Halaman batu ini dikelilingi gedung-gedung tua berarsitektur Eropa yang berimpit dengan bangunan tua China, yang menjadi bukti keharmonisan budaya Timur dan Barat di daratan China.

KOMPAS/TIMBUKTU HARTHANA 
Wisatawan asyik berfoto di depan ikon wisata Makau, Ruins of St Pauls (Reruntuhan Gereja Santo Paul), yang selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal ataupun mancanegara

Oleh: Timbuktu Harthana
Di mana lagi, kalau bukan di Makau, pelancong dimanjakan dengan sensasi arsitektur dan gaya hidup Eropa yang berbalut kentalnya tradisi budaya China. Keharmonisan peleburan Barat dan Timur itu berpadu padan bak Romeo mencintai Engtay.
Tak salah memang jika lebih dari 20 juta turis datang setiap tahun ke Makau karena permainan yang di sejumlah negara ditabukan malah disajikan sebagai ikon wisata. Kartu, kubus dadu, dan kepingan koin judi merupakan alat permainan yang diburu sebagian besar wisatawan di Makau.
Hampir semua hotel berbintang menyiapkan satu lantai khusus bagi tamunya untuk berperan layaknya Chow Yun Fat di film klasik China berjudul God of Gambler. Baliho dengan huruf-huruf besarnya disertai kerlap-kerlip lampu mengiklankan lokasi pertaruhan. Tinggal pilih, mau yang berkelas atau yang biasa-biasa saja.
Dari atas feri turbojet, menyeberangi selat pemisah Hongkong dengan Makau, iklan hotel dan arena perjudian terlihat semarak. Kemeriahan warna-warni pijaran lampu di gedung hotel dan perkantoran kian membelalakkan mata ketika menyisir jalanan di pusat kota Makau, dari Maritime Ferry Terminal menuju Pulau Taipa, Jumat (1/7) sekitar pukul 21.00 waktu setempat.
Apalagi saat melintas di atas salah satu dari dua jembatan penghubung Pulau Makau dengan Pulau Taipa sepanjang 4,5 kilometer. Lampu jalan yang menempel di jembatan bak ular emas yang meliuk di atas laut dalam sebuah pesta karnaval.
Saat ini, atraksi judi bukan lagi menu utama Makau yang mengandalkan pariwisata sebagai pendapatan negaranya. Permainan keberuntungan menjadi satu paket hiburan dalam wisata budaya, sejarah, dan olahraga di Makau. Sebab, perlu disadari bahwa negara yang luasnya kurang dari 30 kilometer persegi atau seperdua puluh Jakarta itu punya koleksi peninggalan sejarah yang menarik disimak.
Di sela-sela gedung pencakar langit, terawat apik bangunan tua nan megah warisan penjajah Portugis ataupun klenteng dan rumah- rumah khas masyarakat China dari abad ke-16 hingga abad ke-19. Puluhan gedung modern dan bangunan tua serta arsitektur klasik Eropa dan China semuanya bercampur membentuk identitas Makau.
Di pusat kota Makau, misalnya, Gereja Santo Anthony terimpit berdesakan di antara rumah susun dan rumah toko. Salah satu gereja tertua yang dibangun sebelum tahun 1560 dan berkali-kali direnovasi ini merupakan salah satu tempat pernikahan favorit warga Makau. Tak jauh dari Gereja Fa Vong Tong (Gereja Bunga), ”terdampar” gedung- gedung tua lainnya.
Yang terdekat, Reruntuhan Gereja Santo Paul. Gereja yang menjadi karya agung Ordo Serikat Jesus ini dibangun bertahap selama 38 tahun sejak 1602. Namun, gereja itu habis terbakar tahun 1835 dan hanya menyisakan fasad gereja yang terbuat dari batu.
Fasad Gereja Santo Paul adalah ikon wisata Makau. Rasanya belum afdal bagi turis yang ke Makau tetapi tak berfoto dengan latar belakang gereja ini. Namun, Anda harus bersabar karena ribuan pelancong lain melakukan hal serupa. Dari atas fasad gereja, wisatawan dapat melihat pemandangan Makau dari ketinggian. Sejumlah wisatawan melemparkan koin di atas runtuhan fasad, disertai harapan yang ingin dicapai.
Berjalan kaki
Mengunjungi obyek sejarah lainnya di pusat kota Makau tidaklah susah karena bisa dicapai dengan berjalan kaki menyusuri jalanan kota yang tersusun dari batu batako, bukan aspal. Mirip seperti bentuk jalanan di Eropa.
Jarak antarobyek wisata sejarah yang satu ke yang lain tak jauh, sekitar 10 menit berjalan kaki santai, malah bisa kurang. Seperti Klenteng Na Tcha dan Tembok Kota Tua, tepat di belakang runtuhan Gereja Santo Paul. Kuil sederhana milik masyarakat tradisional China ini juga jadi contoh keragaman budaya di Makau.
Ikon wisata berikutnya adalah Senado Square. Dalam perjalanan menuju ke sana, Anda akan melintasi pasar, deretan toko kecil, dan pusat perbelanjaan. Kawasan belanja itu seperti kawasan Legian di Bali atau Malioboro di Yogyakarta yang menjajakan barang bermerek hingga suvenir untuk sahabat di Tanah Air.
Harga oleh-oleh yang ditawarkan relatif terjangkau, mulai dari 10 mop sampai 100 mop (1 mop sekitar Rp 1.100) untuk gantungan kunci, hiasan lemari es, kartu pos, kaus, juga ”lucky cock”, hiasan dashboard mobil berbentuk burung merak. ”Kalau beli banyak, bisa saya beri diskon,” ujar Gloria Bautista (40), pengelola toko Beautiful Souvenir of Macau, dengan ramah.
Senado Square adalah ruang publik tempat penduduk Makau menyelenggarakan beragam kegiatan selama puluhan tahun. Halaman batu berhiaskan kolam air mancur itu dikelilingi gedung tua bercat warna pastel dan kuning, menambah kesan klasik Mediterania. Di depannya berdiri megah bekas gedung pemerintahan, Gedung Leal Senado (Loyal Senate).
Pada malam hari, khususnya Sabtu dan Minggu, Senado Square dipadati warga asli dan pendatang. Hampir semua suku bangsa ada di sana. Bahkan, jangan kaget jika telinga Anda berulang kali mendengar perbincangan dalam bahasa Indonesia yang medok logat Jawa. Sebab, di sana biasanya para tenaga kerja Indonesia (TKI) di Makau berkumpul menghabiskan hari liburnya.
Layaknya Victoria Park di Hongkong, kata Haryani (30), TKI yang sudah lebih dari empat tahun bekerja di Makau. Senado Square adalah tempat TKI bertemu dan berbagi kisah. Dari Minggu pagi sampai larut malam, mereka membelanjakan uang hasil kerja, membeli baju, kue, dan lainnya.
Dari Senado Square yang tidak sampai 10 menit ditempuh dengan berjalan kaki santai dari runtuhan Gereja Santo Paul, kita bisa mengunjungi Gereja Santo Agustine dan Santo Joseph, Gedung Pertunjukan Dom Pedro V, Katedral, dan Perpustakaan Sir Robert Ho Tong. Ada juga Klenteng Sam Kai Vui Kun yang dulunya dibangun di pusat niaga warga China di Makau dan menjadi tempat sembahyang para pedagang dan pengusaha di sana.
Tujuan selanjutnya sedikit melelahkan jika berjalan kaki karena waktu tempuhnya 15-30 menit. Tidak salah jika Anda memilih menumpang taksi dengan tarif berkisar 50 mop atau naik bus umum yang gratis tetapi berdesak-desakan. Tujuannya ke Benteng Guia, arah timur dari Senado Square, atau Kuil A Ma ke arah selatan. Di Benteng Guia ada kapel dan mercusuar yang menjadi simbol kejayaan misionaris, maritim, dan militer di Makau masa lalu. Sementara Kuil A Ma adalah awal kisah lahirnya Makau.
Nama Makau berasal dari gabungan kata ”a ma” dan ”gao” yang berarti Pelabuhan A Ma. Adapun kata ”a ma” sendiri mengacu pada sosok gadis yang menyelamatkan perahu nelayan dari badai dan mendaratkan kapalnya di Pelabuhan Hoi Keang (nama awal Semenanjung Makau). Sang gadis lalu berjalan ke arah langit dan menghilang, konon tepat di lokasi kuil itu berdiri. Saat orang Portugis mendarat di A Ma Gao pada abad ke-16, mereka melafalkannya ”Macao”.
Kuil A Ma adalah kompleks tempat ibadah beberapa kepercayaan masyarakat China, seperti Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme. Dari Kuil A Ma, pelancong bisa mampir ke Barak Moorish dan bersantai di Lilau Square.
Sebenarnya, peninggalan Portugis yang berbaur budaya China tak hanya dilihat di pusat kota Makau, tetapi juga di Pulau Taipa. Seperti sisa bangunan bekas Pasar Lama Taipa atau Carmo Fair, berupa bangunan terbuka dengan 10 pilar besar. Tempat itu tak lagi dipakai sebagai pasar, tetapi juga menjadi ruang publik bagi warga Taipa untuk duduk-duduk santai atau sekadar mengunyah makan siangnya.
Satu lagi fasilitas publik yang jarang ditemukan di Indonesia adalah taman kota yang hampir ada di tiap sudut kawasan permukiman. Di sana, penduduk bisa berolahraga dengan beberapa alat kebugaran yang dipasang permanen, berdiskusi, berlatih tai chi, atau membaca koran. Seperti di Jardin da Cidade das Flores atau taman bunga di salah satu permukiman di pusat Pulau Taipa.
Semua sensasi liburan warisan budaya Portugis dan China di Makau dengan mudah dinikmati. Jika Anda sedang berada di Hongkong, singgah setengah hari saja pun bisa sebab tersedia feri dengan harga tiket 172 dollar Hongkong atau 233 dollar Hongkong jika Anda dari dan menuju ke Bandara Internasional Hongkong.
Kebanyakan wisatawan Indonesia memilih paket wisata Jakarta-Hongkong-Makau dengan biaya paket sekitar Rp 10 juta per orang. Namun, jika Anda melakukan backpacking, pasti lebih murah lagi. Selain itu, event olahraga seperti balapan gokar yang tiap tahun diadakan juga meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Makau. ”Banyak sekali orang Jakarta yang sekarang liburan ke Makau, apalagi saat liburan sekolah,” ujar seorang pemandu wisata.

 
Sumber :
Kompas Cetak

0 komentar:

Posting Komentar